27 Oktober, 2008

Kala Saksi Berkonsultasi dengan PH Terdakwa di Ruang Sidang

Ada yang unik dari sidang siang tadi di PN Jakarta Barat. Ini adalah pengalaman kali pertama saya selama menjadi Advokat dan beracara di dalam sidang perkara pidana. Seorang yang sedang diperiksa sebagai saksi di dalam persidangan perkara pidana, diizinkan oleh Hakim untuk bertanya secara berbisik-bisik kepada penasehat hukum terdakwa.

Buat saya kejadian ini sungguh lucu. Kok bisa hal itu terjadi. Padahal tindakan seperti itu sudah dapat dikategorikan sebagai tindakan mempengaruhi saksi, yang tentunya dapat membuat saksi tidak bisa memberikan keterangannya secara bebas, dan mandiri.

Awal kejadian ini bermula saat seorang perempuan usia 40an tahun diperiksa sebagai saksi dari pihak Penuntut Umum (PU). Saksi ini adalah rekan sekerja terdakwa. Dalam pemeriksaannya, ternyata saksi kebingungan memahami pertanyaan-pertanyaan dari PU yang mengkroscek jawaban saksi di dalam BAP. Karena terdesak kebingungan dengan pertanyaan-pertanyaan PU, saksi minta izin kepada Hakim untuk bertanya kepada tim PH terdakwa. Anehnya Hakim mengizinkan. Dan kemudian secara berbisik-bisik saksi kepada salah seorang PH Terdakwa. Bukan dengan saya, melainkan dengan rekan saya.

Saya memilih untuk tidak terlibat dalam percakapan tersebut. Karena saya khawatir tindakan bercakap-cakap secara berbisik-bisik antara saksi dengan PH terdakwa di hadapan Hakim dalam persidangan merupakan tindakan pelanggaran kode etik advokat.

Pasal 7 hurup e Kode Etik Advokat, yang menyatakan bahwa “Advokat tidak dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum dalam perkara pidana.”

Meski hakim mengizinkan, namun saya tetap memilih untuk tidak memanfaatkan izin hakim tersebut.

Comments :

1

PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat.
Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Masyarakat konsumen akan sangat dirugikan karenanya. "Perlawanan Pihak Ketiga" mungkin salah satu solusinya.
Permasalahannya, masihkah Anda mau perduli??

David
HP. (0274)9345675

David Pangemanan mengatakan...
on